Nafsu Ibarat Anak Kecil Yang Menetek

Jika di katakan nafsu / hawa nafus, maka yang identik padanya adalah stigma yang negatif. Walaupun pada sebgian keadaan hawa nafsu ini di butuhkan. 

Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyah rahimahullah mendefinisikan hawa nafsu sebagai kecondongan jiwa kepada sesuatu yang selaras dengan keinginannya. Maka yang selaras dengan apa yang diinginkan jiwa ini tidak selamanya negatif. Adakalanya jiwa ini menginginkan sesuatu yang sifatnya positif, yang bahkan jika hal yang diinginkan tersebut tidak terpenuhi akan merusak diri. 

Seperti keinginan makan dan minum ketika haus dan lapar, keinginan suami istri dan sejenisnya. Maka dalam batas tertentu hal tersebut di penuhi, akan dapat membawa manfaat yang sangat besar. Namun jika keinginan ini di perturutkan dengan berlebihan, maka inilah yang sering menjadi stigma negatif terhadap sebutan Nafsu atau Hawa Nafsu ini. 

Karena memang pada dasarnya, yang kita kenal, seseorang yang memperturutkan hawa nafsu itu biasanya dalam kondisi yang berlebihan. Oleh karena nya nafsu ini menjadi tercela. Namun jika sesuai pada kadarnya, maka hal ini justru bisa bermanfaat. 

Ketika hawa nafsu ini berlebihan di tinggalkan dan tidak di abaikan, maka tentu ini akan menyebabkan keburukan. Karena pada dasarnya ada keinginan keinginan jiwa itu yang bersifat masalah bagi diri. Yang ketika itu tidak dipenuhi maka akan memudhorotkan. 

Oleh karena hendaknya seorang hamba arif dalam menempatkan dan menuruti Hawa Nafsunya. Tidak berlebihan dan tidak mengabaikannya sama sekali. 

Coba kita bayangkan, ketika Allah tidak memberikan nafsu kepada kita untuk makan, dan minum minuman yang bermanfaat. Maka tentu hal ini akan membuat tubuh menjadi sakit, karena makan minum tidak akan merasakannya nikmatnya, dan mungkin kita tidak ada keinginan terhadapnya. 

Begitu juga, ketika seseorang tidak di berikan nafsu kepada lawan jenisnya. Maka tentu tidak akan berlanjut keturunan anak manusia. 

Maka dalam menyikapi nafsu hendaknya kita tidak berlebihan, ala kadarnya sesuai dengan apa yang di butuhkan, ketika hal itu adalah perkara yang tidak di larang syariat. Namun ketika hawa nafsu itu bertentangan dengan syariat maka hendaknya kita meninggalkannya. 
Nafsu Ibarat Anak Kecil Yang Menetek
Nafsu Ibarat Anak Kecil Yang Menetek


Memperturutkan Hawa Nafsu Secara Berlebih

Yang kita banyak temui, banyak di antara orang di sekitar kita yang mereka memperturutkan hawa nafsunya secara berlebihan. Bahkan diantara nya tidak peduli lagi, apakah keinginannya itu di larang oleh syariat ataupun tidak. 

Selama ia menginginkan sesuatu yang di sukai oleh jiwa nya, maka ia akan tempuh segala cara untuk mendapatkankan. Entah halal atau haram. 

Dan hawa nafsu yang seperti inilah yang mendominasi seseorang yang di dalam hatinya terdapat penyakit, atau bahkan mati. 

Maka hendaknya seseorang yang dalam kondisi seperti ini, ia perhatikan anak kecil yang sedang menetek kepada ibunya. Ketika ia sudah terbiasa mentek, dan tibalah pada waktu penyapihan. Maka awal kali ia di sapih akan terasa berat dan menangis dalam beberapa kali waktu. 

Namun ketika ia sudah terbiasa melewati kehidupannya tanpa menetek lagi ke ibunya, maka ia akan merasa biasa. Ia akan lupa dengan keinginan meneteknya tersebut. Dan sudah tidak ada lagi keinginan untuk kembali padanya. 

Begitu juga orang yang terbiasa dalam kehidupannya melakukan maksiat. Ketika ia ingin melepaskan satu persatu jerat jerat maksiat itu. Tentu akan terasa berat, pahit, dan tidak menyenangkan. 

Namun ketika ia paksa jiwa nya untuk meninggalkan itu semua, hingga ia terbiasa terbebas dari berbagai macam maksiat itu. iapun akan merasakan nikmatnya berbuat ketaatan. Tidak lagi di dalam jiwanya ingin mengulang apa yang telah berlalu dalam kesalahan kesalahannya. 

Dan mudah - mudahan kita termasuk orang orang yang selalu ingin menyampih maksiat ini dalam diri kita. Sehingga dengan meninggalkannya, akan terasa manis ketaatan itu. aamiin. 


0 komentar: