Merokok Dalam Islam

Merokok Dalam Islam

Hukum Dalam Islam


Dalam bidang Fikih kita ketahui hukum terhadap suatu perkara, amalan dibagi menjadi lima bagian. Ada amalan yang sifatnya mubah, sunnah, wajib, makruh dan haram. Yang kita kenal makna mubah adalah dipebolehkan / tidak ada larangan.

Sedangkan amalan sunnah (ahli fikih) yang banyak kita kenal adalah sebuah amalan yang jika dikerjakan mendapat pahala dan jika di tinggalkan tidak mengapa. Untuk amalan wajib adalah amalan yang jika ditinggalkan berdosa begitu juga sebaliknya amalan haram jika di kerjakan mendapat dosa. Sedangkan untuk amalan makruh adalah amalan yang dibenci ketika dikerjakan.

Para ulama telah menjelaskan berbagai macam hukum amalan ini dari kelima tingkatan tersebut diatas. Dan hal ini sangat memudahkan bagi kita untuk melakukan skala prioritas ketika menentukan dua amalan yang bertabrakan.

Sehingga ketika amalan wajib bertabrakan dengan amalan sunnah, maka kita dahulukan yang wajib. Bagitu juga ketika amalan yang yang mubah bertemu dan bertabrakan dengan amalan yang sunnah dan kita harus memilih salah satunya maka kita dahulukan amalan sunnah.

Study Kasus 


Mungkin secara teori ketika kita di suguhkan perkara yang hukumnya sudah jelas diatas dan kita tidak ada kepentingan di dalamnya sangat mudah bagi kita untuk memilih amalan. Namun ketika hukum ini sudah masuk ke dalam amalan sehari-hari yang hawa nafsu masuk di dalamnya maka akan menjadi sulit mengambil pilihan.

Sebagai contoh, kita telah mengetahui hukum merokok di kalangan para ulama. Ada yang menyebutkan hukum merokok itu haram mutlak dan ada juga orang yang mengatakan hukumnya adalah makruh. Dan hukum makruh inilah yang lebih di kenal dan pakai luas oleh masyarakat di sekitar kita.

Sehingga tidak jarang kita dapati ketika kita menasehati seorang untuk berhenti merokok maka mereka berdalih dengan alasan kan merokok tidak haram. Kan hukum merokok hanya makruh saja. Maka siapa yang saja yang melakukannya tentu tidak mendapat dosa karena tidak haram.
Hukum Merokok

Maka inilah yang kami katakan sebelumnya, ketika seseorang dihadapkan dalam dua hukum dan harus memilih diantara kedua amalan tersebut tanpa ada kepentingan nafsu maka sangat mudah. Namun ketika ada nafsu yang ikut di dalamnya maka seseorang kurang jeli melihat maslahat yang besar dalam syariat Islam ini.

Coba kita lihat, jika dikatakan hukum merokok itu adalah makruh dengan kata lain bisa dikatakan orang yang merokok itu DI BENCI.

Maka pertanyaannya adalah jika kita memiliki atasan yang telah banyak berbuat baik kepada kita, dan ia tidak menyukai / membenci ketika berbicara dengannya kita merokok. Maka apa yang anda lakukan? Apakah tetap memaksakan diri tetap merokok ketika berbicara berhedapan dengan atasan kita?

Yang kedua, ketika kita akan masuk kantor / kerja. Dimana di tempat kerja, di ruang kerja ada larangan merokok di dalamnya. Maka apakah kita tetap keukeuh untuk merokok di tempat kerja kita?

Dan ini hanya perkara yang urusannya dengan makhluk. Lalu bagaimana pula jika perkaranya berbubungan dengan pencipta kita? Allah yang membeci perbuatan merokok ini? Lalu layakkah jika kita merokok di Rumah-Nya?  

Yang ketiga yang berkaitan dengan hukum Islam. Jika merokok itu hukumnya makruh dan tidak merokok itu tentu hukumnya mubah. Lalu ketika kedua hukum ini bertemu, jika kita mengambil skala prioritas yang benar tentu kita akan memilih hukum yang mubah dan meninggalkan yang dibenci.

Kemudian, selanjutnya. Kita dapati sebagian saudara kita yang gencar mengajak manusia untuk hidup waro. Maka bisa kah seseorang dikatakan telah waro sementara ia mengamalkan amalan yang makruh?

Padahal seorang yang waro itu harusnya meninggalkan apa-apa yang samar baginya sehingga ia tidak terjerumus dalam perkara yang haram. Bahkan ia takut mengamalkan perkara yang mubah sehingga meninggalkannya karena takut terjerumus dalam perkara yang haram.

Maka dapat dikatakan wara’ adalah ibarat dari tidak tergesa-gesa dalam mengambil barang-barang keduniaan atau meninggalkan yang diperbolehkan karena khawatir terjerumus dalam perkara yang dilarang. (Hakikat waro)

Masih Mau Merokok?

Merokok Makruh

Lalu sekarang apakah kita masih mau keukeuh untuk merokok? Padahal sudah jelas bagaimana kedudukan seorang yang merokok di dalam Islam. Yang makruh saja sudah tidak layak di kerjakan, tidak etis. Lalu bagaimana jika ternyata hukum merokok adalah haram?

Mudah-mudahan ini juga dapat menjadi nasehat bagi sebagian kaum muslimin yang giat dalam berdakwah, giat itikaf di masjid dan bersamaan dengan itu ia kerjakan amalan yang makruh bahkan haram ini.

Di kantor saja tidak layak bagi kita untuk merokok, di rumah sakit sudah ada perundangan yang melarangnya, apalagi di Rumah Allah? Tentu ini lebih tidak layak lagi bagi kita untuk mengotorinya dari sampah dan racun rokok ini. Nasalullaha Salamah…


Admin

0 komentar: